Tuesday 14 November 2017

Hukum Islam Main Forex Handel


Geschrieben von jaenal nurohman auf Minggu, 10 Juni 2012 19 27.Investasi FOREX Handel merupakan investasi yang sangat menjanjikan dimana kita bisa memperoleh profit yang cukup lumayan dalam waktu yang relatif singkat Apalagi dengan kehadiran Broker forex online yaitu Instaforex yang memberikan jasa forex signal di internet, Semakin memudahkan setiap orang untuk mendulang Gewinn di bisnis ini bahkan tanpa harus melewati upaya belajar yang terlalu lama dan tanpa harus memahami analisa teknikal maupun grundlegende yang memusingkan kepala. Penghasilan para trader-trader forex profesional sangat dan jauh meninggalkan para pelaku-pelaku bisnis lainnya seperti para Pelaku bisnis MLM dan perdagangan konvional Tapi kemudian banyak yang mempertanyakan kehalalan dari hasil yang diperoleh bisnis forex handel ini dikarenakan sifatnya yang abstrak dan tidak kasat mata. Sebagian umat Islam meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka Bagaimana menurut padangan para pakar Islam. Jangan engkau menjual Sesuatu yang tidak ada padamu, sabda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah. Oleh sementara fuqaha ahli fiqih Islam, hadits tersebut ditafsirkan secara saklek Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram Penafsiran secara demikian itu, Pelak lagi, Maskat fiqih Islam sulit untuk memenuhi tuntutan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya. Karena itu, sejumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, menentang cara penafsiran yang terkesan sempit tersebut Misalnya, Ibn al-Qayyim Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat , Bahwa tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang Baik dalam Al Qur an, sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada. Dalam Sunnah Nabi, hanya terdapat larangan menjual barang yang belum ada, sebagaimana larangan beberapa barang yang sudah ada pada Waktu akad Causa Gesetz atau ilat larangan tersebut bukan ada atau tidak adanya barang, melainkan garar, ujar Dr. S Yamsul Anwar MA dari IAIN SUKA Yogyakarta menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim Garar adalah ketidakpastian tentang apakah barang yang diperjual-belikan itu dapat diserahkan atau tidak Misalnya, seseorang menjual unta yang hilang Atau menjual barang milik orang lain, padahal tidak diberi kewenangan oleh yang bersangkutan. Jadi, meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu Tidak sah. Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar Sebab, dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan Beginen juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan Berupa penipuan satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada prakt Ik jua-beli konvensional. Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi PBK forex adalah bagian dari PBK dapat dimasukkan ke dalam kategori almasa il almu ashirah atau masalah-masalah hukum Islam kontemporer Karena itu, Status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah Klasifikasi ijtihadiyyah masuk ke Dalam wilayah fi ma la nasha fih, yakni masalah hukum yang tidak mempunyai referensi nash hukum yang pasti. Dalam kategori masalah hukum al-Sahrastani, ia termasuk ke dalam paradigma al-nushush qad intahat wa al-waqa I la tatanahi Artinya, nash hukum dalam Bentuk Al-Quran dan Sunnah sudah selesai tidak lagi ada tambahan Dengan demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad. Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat merujuk kepada teori perubahan hukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah Ia Menjelaskan, fatwa hukum dapat berubah karena beberapa variabel perubahnya, yakni waktu, tempat, niat, tujuan dan manfa Bei Teori perubahan hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan bahwa a-haqiqah fi al-a yan la fi al-adzhan Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam kenyataan empirik bukan dalam alam pemikiran atau alam idea. Paradigma ini Diturunkan dari prinsip hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl. Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat dimasukkan ke dalam bidang kajian fiqh al-siyasah maliyyah, yakni Politik hukum kebendaan Dengan kata lain, PBK termasuk kajian hukum Islam dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melalui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Realisasi yang paling mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat Dalam perdagangan berjangka komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat d Ein bunyi UU Nr. 32 1977 tentang PBK. Karena teori perubahan hukum seperti dijelaskan di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek perekonomian, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay al-salam ajl bi ajil. Bay al-salam Dapat diartikan sebagai berikut Al-salam atau al-salaf adalah bucht ajl bi ajil, yakni memperjualbelikan sesuatu yang dengan ketentuan sifat-sifatnya yang terjamin kebenarannya Di dalam transaksi demikian, penyerahan ra s al-mal dalam bentuk uang sebagai nilai tukar didahulukan daripada penyerahan komoditi Yang dimaksud dalam transaksi itu Ulama Syafi iyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat terjamin yang ditangguhkan berjangka dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad. Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut. Rukun Seychai unsur-unsur utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-u Nsur utama di dalam bucht al-salam adalah. Pihak-pihak pelaku transaksi aqid yang krankheit dengan istilah muslim atau muslim ilaih Objek transaksi ma qud alaih, yaitu barang-barang komoditi berjangka dan harga tukar ra s al-mal al-salam dan al - Muslim fih. Kalimat transaksi Sighat aqad, yaitu ijab dan kabul Yang perlu diperhatikan dari unsur-unsur tersebut, adalah bahwa ijab dan qabul dinyatakan dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi berjangka Karena itu, ulama Syafi iyah menekankan penggunaan istilah al-salam atau al - salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, denai alasan bahwa aqd al-salam adalah bucht al-ma dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad jual dan beli kaufen. Persyaratan menyangkut objek transaksi, adalah bahwa objek transaksi harus memenuhi kejelasan mengenai jenisnya an Yakun fi jinsin ma lumin, sifatnya, ukuran kadar, jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar al-tsaman, adalah, Pertama, kejelasa Njisaata, dolar, yaitu dirham, dinar, rupiah atau dolar dsb atau barang-barang yang dapat ditimbang, disukat, dsb Kedua, kejelasan jenis alat tukar apakah rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, dst Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk kilogram, teich , Dst. Kejelasan tentang kualitas objek transaksi, apakah kualitas istimewa, baik sedang atau buruk Syarat-syarat di atas ditetapkan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al-aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat transaksi Sebab hal ini akan mengakibatkan terjadinya perselisihan di antara Pelaku transaksi, yang akan merusak nilai transaksi. Kejelasan jumlah harga tukar Penjelasan singkat di atas nampaknya telah dapat memberikan kejelasan kebolehan PBK Kalaupun dalam pelaksanaannya masih ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka dapatlah digunakan kaidah hukum atau legal Maxime yang berbunyi ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh Apa yang tidak dapat dilaksanakan Semuanya, maka tidak perlu ditinggalkan keseluruhannya. Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh dinyatakan dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islam, dengan menganalogikan kepada bay al-salam..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex Perdagangan Valas diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan komoditi antar negara yang bersifat internasional Perdagangan Ekspor-Impor ini tentu memerlukan Alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat Internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai Volumen permintaan dan penawarannya Adanya Permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang Yang secara nyata hanyalah tukar-m Enukar mata uang yang berbeda nilai. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu. Suci barangnya bukan najis Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama..Jangan kamu membeli ikan dalam Luft, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya Kemudian Jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah..Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika Harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam..Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi etikett yang menerangkan isinya Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.Fatwa MUI Tentang Jual Beli Mata Uang AL-SHARF. Pertanyaan Yang Pasti Ditanyakan Oleh Setiap Trader di Indonesien.1 Apakah Trading Forex Haram.2 Apakah Trading Forex Halal .3 Apakah Trading Forex diperbolehkan dalam Agama Islam.4 Apakah SWAP itu. Mari kita bahas dengan artikel yang pertama. Forex Dalam Hukum Islam..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Forex Perdagangan Valas diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan komoditi antar negara yang bersifat internasional Perdagangan Ekspor-Impor ini tentu memerlukan Alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat Internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai Volumen permintaan dan penawarannya Adanya Permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang Yang secara nyata hanyalah tukar-m Enukar mata uang yang berbeda nilai. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul --- Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pe mbeli dan Penjual mempunyai wewenang penuh melaksanakan dan melakukan tindakantindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu. Suci barangnya bukan najis. Dapat dimanfaatkan. Dapat diserahterima kan. Jelas barang dan harganya. Dijual dibeli oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas Izin pemiliknya. Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama. Jangan Kamu Membeli ikan Dalam Luft, Karena Sesungguhnya Jual Beli Yang Demikian Itu Mengandung Penipuan. Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifatsifatnya atau ciri-cirinya Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak Khiyar, artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah. Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika harus Mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam. Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi etikett yang menerangkan isinya Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM. Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya Apabila antara negara terjadi perdagangan Internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan krankheit devisa Misalnya eksportir Indonesien akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesien memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing Setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing kurs a Dalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing misalnya 1 dolar Amerika Rp 12 000 Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing AWJ Tupanno, et al Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77.FATWA MUI TENTANG PERDAGANGAN VALAS. Fatwa Dewan Syari ah Nasional Majelis Ulama Indonesien. No 28 DSN-MUI III 2002 Tentang Jual Beli Mata Uang Al-Sharf. a Bahwa dalam sejumlah kegiatan untuk memenuhi berbagai keperluan, seringkali diperlukan. transaksi jual-beli mata uang al-sharf, baik antar mata uang sejenis maupun antar mata uang berlainan jenis. b Bahwa dalam urf tijari tradisi perdagangan transaksi jual beli mata uang dikenal beberapa. bentuk transaksi yang status hukumnya dalam pandangan ajaran Islam berbeda antara satu bentuk dengan bentuk lain. c Bahwa agar kegiatan transaksi tersebut dilakuka N sesuai dengan ajaran Islam, DSN memandang perlu menetapkan fatwa tentang al-Sharf untuk dijadikan pedoman.1 Firman Allah, QS Al-Baqarah 2 275 Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.2 Hadis nabi riwayat al-baihaqi dan Ibnu Majah dari Abu Sa id al-Khudri Rasulullah SAW bersabda, Sesungguhnya jual beli itu hanya boleh dilakukan atas dasar kerelaan antara kedua belah pihak HR albaihaqi dan Ibnu Majah, dan dinilai shahih oleh Ibnu Hibban.3 Hadis Nabi Riwayat Muslim, Abu Daud, Tirmidzi, Nasa i , Dan Ibn Majah, dengan teams Muslim dari Ubadah bin Shamit, Nabi sah Bersabda Juallah emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, sya ir dengan sira ir, kurma dengan kurma, dan garam dengan garam denga syarat harus sama dan sejenis serta Secara tunai Jika jenisnya berbeda, juallah sekehendakmu jika dilakukan secara tunai.4 Hadis Nabi riwayat Muslim, Tirmidzi, Nasa i, Abu Daud, Ibnu Majah, Dan Ahmad, Dari Umar bin Khattab, Nabi sah Bersabda Jual-Beli emas dengan Perak adalah riba kecuali dilakukan secara tunai.5 Hadis Nabi riwayat Muslim dari Abu Sa id al-Khudri, Nabi sah bersabda Janganlah kamu menjual emas dengan emas kecuali sama nilainya dan janganlah menambahkan sebagian atas sebagian yang lain janganlah menjual perak dengan perak kecuali sama nilainya dan Janganlah menambahkan sebagaian atas sebagian yang lain dan janganlah menjual emas dan perak tersebut yang tidak tunai dengan yang tunai.6 Hadis Nabi riwayat Muslim dari Bara bin Azib dan Zaid bin Arqam Rasulullah sah melarang menjual perak dengan emas secara piutang tidak tunai.7 Hadis Nabi riwayat Testidzi dari Amr bin Auf Perjanjian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali perjanjian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram.8 Ijma Ulama sepakat ijma bahwa akad Al-sharf disyariatkan dengan syarat-syarat tertentu.1 Surat dari pimpina H Einheit Usaha Syariah Bank BNI nein UUS 2 878.2 Pendapat Peserta Rapat Pleno Dewan Syari ah Nasional Pada Hari Kamis, Tanggal 14 Muharram 1423H 28 Maret 2002.Dewan Syari ah Nasional Menetapkan FATWA TENTANG JUAL BELI MATA UANG AL-SHARF. Pertama Ketentuan Umum. Transaksi Jay beli mata uang pada prinsipnya boleh dengan ketentuan sebagai berikut.1 Tidak untuk spekulasi untung-untungan.2 Ada kebutuhan transaksi atau untuk berjaga-jaga simpanan.3 Apabila transaksi dilakukan terhadap mata uang sejenis maka nilainya harus sama dan secara tunai at-taqabudh. 4 Apabila berlainan jenis maka harus dilakukan dengan nilai tukar kurs yang berlaku pada saat transaksi dan secara tunai. Kedua Jenis-jenis transaksi Valuta Asing.1 Transaksi SPOT, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valuta asing untuk penyerahan pada saat itu über den Ladentisch atau penyelesaiannya paling Lambat dalam jangka waktu dua hari Hukumnya adalah boleh, karena dianggap tunai, sedangkan waktu dua hari dianggap sebagai proses penyelesai Ein yang tidak bisa dihindari dan merupakan transaksi internasional.2 Transaksi FORWARD, yaitu transaksi pembelian dan penjualan valas yang nilainya ditetapkan pada saat sekarang dan diberlakukan untuk waktu yang akan datang, antara 2x24 jam sampai dengan satu tahun Hukumnya adalah haram, karena harga yang digunakan adalah Harga yang diperjanjikan muwa adah dan penyerahannya dilakukan di kemudian hari, padahal harga pada waktu penyerahan tersebut belum tentu sama dengan nilai yang disepakati, kecuali dilakukan dalam bentuk vorwärts vereinbarung untuk kebutuhan yang tidak dapat dihindari lil hajah.3 Transaksi SWAP yaitu suatu kontrak pembelian atau penjualan Valas dengan harga spot yang dikombinasikan dengan pembelian antara penjualan valas yang sama dengan harga vorwärts Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir spekulasi.4 Transaksi OPTION yaitu kontrak untuk memperoleh hak dalam rangka membeli atau hak untuk menjual yang tidak harus dilakukan atas sejumlah Einheit valuta asing pada Harga Dan jangka waktu atau tanggal akhir tertentu Hukumnya haram, karena mengandung unsur maisir spekulasi. Ketiga Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dan disempurnakan sebagaimana mestinya. Ditetapkan di Jakarta. Tanggal 14 Muharram 1423 H 28 Maret 2002 M. DEWAN SYARI AH NASIONAL - MAJELIS ULAMA INDONESIEN. Muzakarah JAKIM Berkenaan Hukum Forex Trading. Zaharuddin Abd Rahman. Setelah berhempas pulas melayan sebahagian bantahan, komentar dan tidak puas hati pedagang matawang asing Forex Trader sejak tahun 2008, iaitu sejak dari awal Saya menyediakan kajian ringkas yang dipaparkan di web ini, boleh dirujuk artikel tersebut di link berikut. Saya bersyukur kerana semalam telah diadakan satu muzakarah besar yang dihadiri oleh lebih 200 orang ilmuan Scharia, ulama, ahli ekonomi, Banker dan peguam Tiga kertas kerja dibentangkan. Kertas Kerja pula bukanlah disediakan oleh einzeln tetapi dibuat secara berkumpulan Ini Bermakna kertas kerja tersebut wajar diberikan lebih kredit kerana merupakan buah fikiran dan kajian secara kolektif yang sememangnya akan lebih kukuh berbanding kajian dan pandangan dari seorang individu Bukan sekadar itu, malah kumpulan pengkaji juga telah mencuba sendiri berdagang melalui salah satu plattform forex bagi mendapatkan kejelasan maksimum sebelum Menyimpulkan sebarang hukum Selain itu, mereka juga telah bertemu dengan penyedia plattform FOREX itu sendiri di samping beberapa siri temubual dengan pedagang FOREX yang berpengalaman Justeru, saya kira, perdagang FOREX tidak boleh sama sekali mempertikaikan kefahaman para pengkaji kerana penyelidikan mereka jauh lebih dalam dari hanya sekadar Pengalaman, tambahan pula penyelidik juga menrima informasi rasmi dari pihak Bank Negara Malaysia selaku regulator. Hasil daripada kajian kumpulan pengkaji pertama yang dianggotai oleh Prof Madya Dr. Muhammad Bin Som, Dr. Marjan Muhammad, Ust Luqmanul Hakim Hussain, En Wan Norhaziki Wan Abdul Halim Kesimpulan mereka mencatatkan seperti berikut 1 Spot Forex Yang Dijalankan Oleh Individu Melalui Plattform Internet Agak Berbeza Daripada Konsep Spot Forex Yang Dijalankan Di Peringkat Inter-Bank Dari Satu Sudut, ia Dibuat Berdasarkan Spot forex Dari Segi Harga Lani Wert Spot, Tetapi Dari Segi Penyelesaian ia Tidak Berlaku Berdasarkan T 2 Malah Penyelesaian tidak akan berlaku selagi pedagang tidak menutup posisi yang dibukanya. Namun, dari sudut yang lain, spot forex dilihat lebih mirip kepada vorwärts forex, kerana apabila pedagang membeli sesuatu matawang daripada broker, beliau tidak akan dapat memiliki matawang yang dibelinya Sebaliknya, pedagang akan menikmatinya Setelah beliau menjualnya semula kepada broker pada waktu hadapan Apa yang membezakan vor Ort forex oleh individu dengan vorwärts forex ialah kadar tukaran matawang masa hadapan adalah tetap iaitu kadar yang dipersetujui pada tarikh transaksi, manakala kadar tukaran matawang dalam spot forex tidak tetap, tetapi berdasarkan turun naik harga Pasaran matawang yang didagangka N.2 Kerajaan Malaysia tidak mengiktiraf sebarang urusniaga matawang asing yang dibuat melalui saluran-saluran yang tidak sah Malah, terdapat peruntukan perundangan yang jelas berhubung larangan tersebut, iaitu melalui Seksyen 3 1 dan Seksyen 4 1, 2 Dan 3 Akta Kawalan Pertukaran Wang AKPW 1953 Mana-Mana Individu dilarang sama sekali berurus niaga matawang asing, kecuali setelah mendapat kebenaran Pengawal Pertukaran Asing, iaitu Gabenor Bank Negara Malaysia.3 Berdasarkan Beberapa isu syariah yang diketengahkan termasuk isu qard Hebel, Riba al-nasi ah Rollover Interesse, qabd, menjual matawang Yang tiada dalam pegangan qabd dan spekulasi yang melibatkan perjudian, ternyata operasi spot forex secara online oleh einzeln adalah tidak mengikut landasan syarak yang telah digariskan berhubung jualbeli matawang bucht alSarf. Manakala satu kumpulan lagi datangnya dari Universiti Utara Malaysia yang dianggotai oleh Prof Madya Dr. Asmadi Mohd Naim, Dr. Hasniza Mohd Taib, Dr. Muhammad Nasri Hussain K Ertas mereka menyimpulkan seperti berikut Beredasarkan perbincangan di atas, perdagangan forex online adalah tidak dibenarkan oleh Syarak kerana adanya perkara-perkara yang menyalahi Syarak iaitu. i Pembelian wang tunai dilakukan secara kredit adalah terang-terangan bertentangan dengan kontrak Sarf dan mengandungi unsur riba. ii Sekiranya pembelian kredit itu ditakyifkan sebagai Pemberian pinjaman oleh broker, perkara tersebut masih termasuk dalam aktiviti yang dilarangkan oleh Syarak kerana mengandungi unsur mendapat manfaat dari pinjaman, dan larangan mengumpulkan pinjaman dan jual-beli. iii Menjual matawang secara menangguhkan penyerahan adalah dilarang oleh Syarak Syarat qabd dalam majlis tidak wujud di dalam Transaksi ini keharusan melewatkan penyerahan qabd tidak boleh diaplikasi dalam urusniaga ini kerana tidak termasuk di dalam konsep darurat bagi transaksi bonafide. iv Urusniaga broker secara online ini mengandungi unsur bay al-najsy iaitu peniaga menawarkan harga bukan untuk memiliki matawang sebaliknya untuk memberi faed Ah kepada penjual melalui kenaikan harga. v Urusniaga ini juga mengandungi ihtikar yang dilarang oleh Syarak. vi Urusniaga ini juga mengandungi unsur perjudian yang bergantung kepada turun naik harga atau angka. Saya hanya berfungsi sebagai pengulas dalam majlis semalam Secara dasarnya hampir kesemua kesimpulan yang dibuat oleh Kedua-dua kumpulan adalah sama dengan kesimpulan yang telah saya simpulkan sejak tahun 2008 yang lalu, dengan itu, saya menyeru kepada semua pedagang matawang yang tidak berpuas hati dan menolak pandangan yang mengharamkan pedagangan matawang ini untuk berfikir kembali demi kebaikan iman dan pendapatan masing-masing. Bagi mereka yang ingin mendapat kejelasan bagaimana kesimpulan tersebut dicapai, pembaca boleh herunterladen kertas kerja mereka yang belum diedit selepas muzakarah untuk bacaan asas Sebarang Permasalahan Bolehlah terus disampaikan kepada mereka. Zaharuddin Abd Rahman 1 Jun 2011.Saya bersyukur kerana semalam telah diadakan satu muzakarah besar Yang dihadiri o Leh lebih 200 orang ilmuan Scharia, ulama, ahli ekonomi, banker dan peguam Tiga kertas kerja dibentangkan Kertas kerja pula bukanlah disediakan oleh einzeln tetapi dibuat secara berkumpulan Ini bermakna kertas kerja tersebut wajar diberikan lebih kredit kerana merupakan buah fikiran dan kajian secara kolektif yang sememangnya akan Lebih kukuh berbanding kajian dan pandangan dari seorang individu. Saya hanya berfungsi sebagai pengulas dalam majlis semalam Secara dasarnya hampir kesemua kesimpulan yang dibuat oleh kedua-dua kumpulan adalah sama dengan kesimpulan yang telah saya simpulkan sejak tahun 2008 yang lalu, dengan itu, saya menyeru kepada Semua pedagang matawang yang tidak berpuas hati dan menolak pandangan yang mengharamkan pedagangan matawang ini untuk berfikir kembali demi kebaikan iman dan pendapatan masing-masing. Bagi mereka yang ingin mendapat kejelasan bagaimana kesimpulan tersebut dicapai, pembaca boleh herunterladen kertas kerja mereka yang belum diedit selepas muzakarah unt Uk bacaan asas Sebarang Permasalahan bolehlah terus disampaikan kepada mereka. Add diese Seite zu Ihrem Lieblings-Social Bookmarking Webseiten. Forex Menurut Hukum Islam. Banyak perbedaan Pendapat Tentang forex itu sendiri, ada yang mengatakan tidak boleh, tetapi ada juga yang mengatakan boleh Dibawah ini adalah pendapat Yang membolehkan dari beberapa sumber tentang forex itu sendiri sedang untuk yang tidak membolehkan forex itu sendiri, silahkan suche Google hanya memberi wacana, dan hanya fokus ke riset ilmiah tentang pergerakan forex memang didedikasikan untuk meriset secara logika dan ilmiah tentang pergerakan forex baik teknikal maupun fundamental. Sebagian umat Islam ada yang meragukan kehalalan praktik perdagangan berjangka Bagaimana menurut padangan para pakar Islam Apa pendapat para ulama mengenai Handel Forex, Handel saham, Handelsindex, saham, dan komoditi Apakah Hukum Forex Trading Valas Halal Menurut Hukum Islam Mari Kita ikuti selengkapnya. Jangan Engkau menjual sesuatu yang Tidak ada padamu, sabda Nabi Muhammad SAW, dalam sebuah hadits riwayat Abu Hurairah. Oleh sementara fuqaha ahli fiqih Islam, hadits tersebut ditafsirkan secara saklek Pokoknya, setiap praktik jual beli yang tidak ada barangnya pada waktu akad, haram Penafsiran secara demikian itu, tak pelak Lagi, membuat fiqih Islam sulit untuk memenuhi tuntutan jaman yang terus berkembang dengan perubahan-perubahannya. Karena itu, sejumlah ulama klasik yang terkenal dengan pemikiran cemerlangnya, menentang cara penafsiran yang terkesan sempit tersebut Misalnya, Ibn al-Qayyim Ulama bermazhab Hambali ini berpendapat, bahwa Tidak benar jual-beli barang yang tidak ada dilarang Baik dalam Al Qur an, sunnah maupun fatwa para sahabat, larangan itu tidak ada. Dalam Sunnah Nabi, hanya terdapat larangan menjual barang yang belum ada, sebagaimana larangan beberapa barang yang sudah ada pada waktu akad Causa Gesetz atau ilat larangan tersebut bukan ada atau tidak adanya barang, melainkan garar, ujar Dr. Syamsul Anwar , MA dari IAIN SUKA Yogyakarta menjelaskan pendapat Ibn al-Qayyim Garar adalah ketidakpastian tentang apakah barang yang diperjual-belikan itu dapat diserahkan atau tidak Misalnya, seseorang menjual unta yang hilang Atau menjual barang milik orang lain, padahal tidak diberi kewenangan oleh yang bersangkutan. Jadi , Meskipun pada waktu akad barangnya tidak ada, namun ada kepastian diadakan pada waktu diperlukan sehingga bisa diserahkan kepada pembeli, maka jual beli tersebut sah Sebaliknya, kendati barangnya sudah ada tapi karena satu dan lain hal tidak mungkin diserahkan kepada pembeli, maka jual beli itu tidak Sah. Perdagangan berjangka, jelas, bukan garar Sebab, dalam kontrak berjangkanya, jenis komoditi yang dijual-belikan sudah ditentukan Beginen juga dengan jumlah, mutu, tempat dan waktu penyerahannya Semuanya berjalan di atas rel aturan resmi yang ketat, sebagai antisipasi terjadinya praktek penyimpangan berupa Penipuan satu hal yang sebetulnya bisa juga terjadi pada praktik jua-beli Konvental. Dalam perspektif hukum Islam, Perdagangan Berjangka Komoditi PBK forex adalah bagian dari PBK dapat dimasukkan ke dalam kategori almasa il almu ashirah atau masalah-masalah hukum Islam kontemporer Karena itu, Status hukumnya dapat dikategorikan kepada masalah ijtihadiyyah Klasifikasi ijtihadiyyah masuk ke dalam wilayah fi ma La nasha fih, yakni masalah hukum yang tidak mempunyai referensi nash hukum yang pasti. Dalam kategori masalah hukum al-Sahrastani, ia termasuk ke dalam paradigma al-nushush qad intahat wa al-waqa I la tatanahi Artinya, nash hukum dalam bentuk Al-Quran Dan Sunnah sudah selesai tidak lagi ada tambahan Dengan demikian, kasus-kasus hukum yang baru muncul mesti diberikan kepastian hukumnya melalui ijtihad. Dalam kasus hukum PBK, ijtihad dapat merujuk kepada teori perubahan hukum yang diperkenalkan oleh Ibn Qoyyim al-Jauziyyah Ia menjelaskan, fatwa hukum Dapat berubah karena beberapa variabel perubahnya, yakni waktu, tempat, niat, tujuan dan manfaat Teori pe Rubahan hukum ini diturunkan dari paradigma ilmu hukum dari gurunya Ibn Taimiyyah, yang menyatakan bahwa a-haqiqah fi al-a yan la fi al-adzhan Artinya, kebenaran hukum itu dijumpai dalam kenyataan empirik bukan dalam alam pemikiran atau alam idee Paradigma ini diturunkan dari prinsip Hukum Islam tentang keadilan yang dalam Al Quran digunakan istilah al-mizan, a-qisth, al-wasth, dan al-adl. Dalam penerapannya, secara khusus masalah PBK dapat dimasukkan ke dalam bidang kajian fiqh al-siyasah maliyyah, yakni politik hukum kebendaan Dengan kata lain, PBK termasuk kajian hukum Islam dalam pengertian bagaimana hukum Islam diterapkan dalam masalah kepemilikan atas harta benda, melalui perdagangan berjangka komoditi dalam era globalisasi dan perdagangan bebas. Realisasi yang paling mungkin dalam rangka melindungi pelaku dan pihak-pihak yang terlibat dalam perdagangan berjangka Komoditi dalam ruang dan waktu serta pertimbangan tujuan dan manfaatnya dewasa ini, sejalan dengan semangat dan bunyi UU Nr. 32 1977 tentang PBK Karena teori perubahan hukum seperti dijelaskan di atas, dapat menunjukkan elastisitas hukum Islam dalam kelembagaan dan praktek perekonomian, maka PBK dalam sistem hukum Islam dapat dianalogikan dengan bay al-salam ajl bi ajil. Bay al-salam dapat diartikan sebagai berikut Al-Salam atau al-salaf adalah bucht ajl bi ajil, yakni memperjualbelikan sesuatu yang dengan ketentuan sifat-sifatnya yang terjamin kebenarannya Di dalam transaksi demikian, penyerahan ra s al-mal dalam bentuk uang sebagai nilai tukar didahulukan daripada penyerahan komoditi yang dimaksud dalam transaksi Itu Ulama Syafi iyah dan Hanabilah mendefinisikannya dengan Akad atas komoditas jual beli yang diberi sifat terjamin yang ditangguhkan berjangka dengan harga jual yang ditetapkan di dalam bursa akad. Keabsahan transaksi jual beli berjangka, ditentukan oleh terpenuhinya rukun dan syarat sebagai berikut a Rukun sebagai unsur-unsur Utama yang harus ada dalam suatu peristiwa transaksi Unsur-unsur utam A di dalam bay al-salam adalah. Pihak-pihak pelaku transaksi aqid yang krankheit dengan istilah muslim atau muslim ilaih. Objek transaksi ma qud alaih, yaitu barang-barang komoditi berjangka dan harga tukar ra s al-mal al-salam dan al - Muslim fih. Kalimat transaksi Sighat aqad, yaitu ijab dan kabul Yang perlu diperhatikan dari unsur-unsur tersebut, adalah bahwa ijab dan qabul dinyatakan dalam bahasa dan kalimat yang jelas menunjukkan transaksi berjangka Karena itu, ulama Syafi iyah menekankan penggunaan istilah al-salam atau al - salaf di dalam kalimat-kalimat transaksi itu, denai alasan bahwa aqd al-salam adalah bucht al-ma dum dengan sifat dan cara berbeda dari akad jual dan beli kaufen. Persyaratan menyangkut objek transaksi, adalah bahwa objek transaksi harus memenuhi kejelasan mengenai jenisnya an Yakun fi jinsin ma lumin, sifatnya, ukuran kadar, jangka penyerahan, harga tukar, tempat penyerahan. Persyaratan yang harus dipenuhi oleh harga tukar al-tsaman, adalah, Pertama, kejelasan jenis a Lat tukar, yaitu dirham, dinar, rupiah atau dolar dsb atau barang-barang yang dapat ditimbang, disukat, dsb Kedua, kejelasan jenis alat tukar apakah rupiah, dolar Amerika, dolar Singapura, dst Apakah timbangan yang disepakati dalam bentuk kilogram, teich, dst. Kejelasan tentang kualitas objek transaksi, apakah kualitas istimewa, baik sedang atau buruk Syarat-syarat di atas ditetapkan dengan maksud menghilangkan jahalah fi al-aqd atau alasan ketidaktahuan kondisi-kondisi barang pada saat transaksi Sebab hal ini akan mengakibatkan terjadinya perselisihan di antara pelaku transaksi , Yang akan merusak nilai transaksi. Kejelasan jumlah harga tukar Penjelasan singkat di atas nampaknya telah dapat memberikan kejelasan kebolehan PBK Kalaupun dalam pelaksanaannya masih ada pihak-pihak yang merasa dirugikan dengan peraturan perundang-undangan yang ada, maka dapatlah digunakan kaidah hukum atau legale maxim yang Berbunyi ma la yudrak kulluh la yutrak kulluh Apa yang tidak dapat dilaksanakan semuanya , Maka tidak perlu ditinggalkan keseluruhannya. Dengan demikian, hukum dan pelaksanaan PBK sampai batas-batas tertentu boleh dinyatakan dapat diterima atau setidak-tidaknya sesuai dengan semangat dan jiwa norma hukum Islam, dengan menganalogikan kepada bay al-salam.1 Die grundlegenden Austauschverträge. Es besteht ein allgemeiner Konsens zwischen islamischen Juristen, dass Währungen verschiedener Länder an einer Stelle mit einer anderen Rate als der Einheit ausgetauscht werden können, da Währungen verschiedener Länder unterschiedliche Einheiten mit unterschiedlichen Werten oder intrinsischen Wert und Kaufkraft sind Scheint eine allgemeine Vereinbarung unter einer Mehrheit der Gelehrten zu sein, da die Devisenbörse auf einer Forward-Basis nicht zulässig ist, dh wenn sich die Rechte und Pflichten beider Parteien auf ein zukünftiges Datum beziehen. Allerdings gibt es eine beträchtliche Meinungsverschiedenheit Juristen, wenn die Rechte einer der Parteien, die gleich wie die Verpflichtung der Gegenpartei ist, auf eine Zukunft verschoben wird Datum. Um zu erarbeiten, betrachten wir das Beispiel von zwei Individuen A und B, die zu zwei verschiedenen Ländern gehören, Indien und US bzw. A beabsichtigt, indische Rupien zu verkaufen und US-Dollar zu kaufen. Das Gegenteil gilt für B Der Rupie-Dollar-Wechselkurs ist einverstanden Auf ist 1 20 und die Transaktion beinhaltet Kauf und Verkauf von 50 Die erste Situation ist, dass A eine Spotzahlung von Rs1000 zu B macht und die Zahlung von 50 von B akzeptiert. Die Transaktion wird von beiden Seiten punktuell abgewickelt. Diese Transaktionen sind gültig und Islamisch zulässig Es gibt keine zwei Meinungen über die gleiche Die zweite Möglichkeit ist, dass die Abwicklung der Transaktion von beiden Enden auf ein zukünftiges Datum verschoben wird, sagen wir nach sechs Monaten ab jetzt Dies bedeutet, dass sowohl A als auch B die Zahlung von Rs1000 oder 50, je nach Fall, nach sechs Monaten Die vorherrschende Ansicht ist, dass ein solcher Vertrag nicht islamisch zulässig ist. Eine Minderheit betrachtet es für zulässig Das dritte Szenario ist, dass die Transaktion teilweise ist Geerdet von einem Ende nur Zum Beispiel, A macht eine Zahlung von Rs1000 jetzt zu B anstelle eines Versprechens von B zu zahlen 50 zu ihm nach sechs Monaten Alternativ akzeptiert A jetzt 50 von B und verspricht, Rs1000 zu ihm nach sechs Monaten zu zahlen Es gibt eindeutig entgegengesetzte Ansichten über die Zulässigkeit solcher Verträge, die in Währungen bai-salam sind. Ziel dieses Papiers ist es, eine umfassende Analyse verschiedener Argumente und gegen die Zulässigkeit dieser Grundverträge mit Währungen vorzulegen. Die erste Vertragsform Mit dem Austausch von Gegenwerten an Ort und Stelle ist über jede Art von Kontroverse hinaus Genehmigung oder anderweitig der zweite Art von Vertrag, in dem die Lieferung eines der Gegenwerte auf ein zukünftiges Datum verschoben wird, wird im Allgemeinen im Rahmen des Riba-Verbots diskutiert. Entsprechend diskutieren wir Dieser Vertrag in Einzelheiten in Abschnitt 2, der sich mit der Frage des Verbots von Riba befasst, ist die Zulässigkeit der dritten Vertragsform, in der die Lieferung von Sowohl die Gegenwerte werden aufgeschoben, im Allgemeinen diskutiert im Rahmen der Verringerung von Risiken und Unsicherheiten oder gharar in solchen Verträgen beteiligt Dies ist daher das zentrale Thema von Abschnitt 3, die sich mit der Frage von gharar Abschnitt 4 versucht eine ganzheitliche Sicht auf die Scharia Bezieht sich auch auf die ökonomische Bedeutung der Grundformen des Vertrags auf dem Devisenmarkt.2 Die Herausgabe des Riba-Verbots ist die Divergenz der Ansichten1 über die Zulässigkeit oder anderweitig von Devisentermingeschäften in Währungen kann in erster Linie auf die Frage des Riba-Verbots zurückgeführt werden. Die Notwendigkeit, Rippe in allen Formen von Devisentermingeschäften zu beseitigen, ist von größter Bedeutung Riba in seinem Scharia-Kontext ist in der Regel definiert2 als ein rechtswidriger Gewinn aus der quantitativen Ungleichheit der Gegenwerte in einer Transaktion, die den Austausch von zwei oder mehr Arten anwa, Die zu denselben Gattungsspitzen gehören und von der gleichen effizienten Ursache geregelt werden, wird illa Riba allgemein in r eingestuft Iba al-fadl-Überschuss und Riba al-nasia-Aufschiebung, die einen unzulässigen Vorteil durch Über - oder Aufschiebung bezeichnen. Das Verbot des ersteren wird durch eine Bestimmung erreicht, dass der Wechselkurs zwischen den Objekten Einheit ist und kein Gewinn für jede Partei zulässig ist Die letztere Art von Riba ist verboten, indem sie die aufgeschobene Abwicklung nicht verweigert und sicherstellt, dass die Transaktion von beiden Parteien an Ort und Stelle abgewickelt wird. Eine andere Form von Riba heißt Riba al-jahiliyya oder vorislamische Rippe, die sich umgibt, wenn der Kreditgeber den Kreditnehmer auf die Fälligkeitsdatum, wenn der letztere würde die Schulden begleichen oder erhöhen die gleiche Zunahme wird begleitet von Aufladung Zinsen auf die Menge anfänglich ausgeliehen. Das Verbot von Riba in den Austausch von Währungen aus verschiedenen Ländern erfordert einen Prozess der Analogie qiyas Und in einer solchen Übung mit Analogie Qiyas, effiziente Ursache illa spielt eine äußerst wichtige Rolle Es ist eine gemeinsame effiziente Ursache illa, die das Objekt von th verbindet E Analogie mit ihrem Subjekt, in der Ausübung der analogen Argumentation Die entsprechende effiziente Ursache illa bei Tauschverträgen wurde von den Hauptschulen von Fiqh unterschiedlich definiert Dieser Unterschied spiegelt sich in der analogen Argumentation für Papierwährungen, die zu verschiedenen Ländern gehören Von beträchtlicher Bedeutung im Prozeß der analogen Vernunft bezieht sich auf den Vergleich zwischen Papierwährungen mit Gold und Silber In den frühen Tagen des Islam, Gold und Silber durchgeführt alle Funktionen des Geldes thaman Währungen wurden aus Gold und Silber mit einem bekannten intrinsischen Wert Quantum gemacht Von Gold oder Silber, die in ihnen enthalten sind. Diese Währungen werden als thaman haqiqi oder naqdain in der Fiqh-Literatur beschrieben. Diese waren allgemein als Hauptmittel des Tausches akzeptabel, was einen großen Teil der Transaktionen ausmachte. Viele andere Rohstoffe, wie z. B. verschiedene minderwertige Metalle dienten auch als Mittel des Austausches, aber mit begrenzter Akzeptanz Diese werden als fals in Fiqh l bezeichnet Iteratur Diese sind auch bekannt als thaman istalahi wegen der Tatsache, dass ihre Akzeptanz nicht aus ihrem intrinsischen Wert stammt, sondern aufgrund des Status, der der Gesellschaft während einer bestimmten Zeitspanne zugestanden wird. Die obigen zwei Währungsformen wurden von Anfang an sehr unterschiedlich behandelt Islamische Juristen vom Standpunkt der Zulässigkeit von Verträgen, die sie betreffen Die Frage, die gelöst werden muss, ist, ob die gegenwärtigen Alterspapierwährungen unter die ehemalige Kategorie fallen oder die letzteren Eine Ansicht ist, dass diese mit dem thaman haqiqi oder Gold und Silber behandelt werden sollten , Da diese als das wichtigste Mittel des Austausches und der Rechnungseinheit wie die letzteren dienen. Daher sind durch die analoge Begründung alle Scharia-bezogenen Normen und Unterlassungen, die für Thaman haqiqi gelten, auch auf Papierwährung anwendbar. Der Austausch von thaman haqiqi ist als bai bekannt - sarf, und daher sollten die Transaktionen in Papierwährungen durch die für den Bai-Seeder relevanten Scharia-Regeln geregelt werden. Die gegensätzliche Ansicht als Serts, dass Papier Währungen sollten in einer Weise ähnlich wie Fals oder Thaman istalahi wegen der Tatsache, dass ihr Gesichtswert ist anders als ihre intrinsischen Wert behandelt werden. Ihre Akzeptanz ergibt sich aus ihrer Rechtsstellung innerhalb des heimischen Landes oder globale wirtschaftliche Bedeutung wie im Falle von US Dollars, zum Beispiel.2 1 Eine Synthese von alternativen Ansichten.2 1 1 Analoge Begründung Qiyas für Riba Prohibition. Das Verbot von Riba basiert auf der Tradition, dass der heilige Prophet Friede auf ihm gesagt wird, Gold für Gold verkaufen, Silber für Silber Weizen für Weizen, Gerste für Gerste, Datum für Datum, Salz für Salz, in gleicher Menge an der Stelle und wenn die Waren anders sind, verkaufen, wie es Ihnen passt, aber an der Stelle So gilt das Verbot der Rippe in erster Linie für die Zwei Edelmetalle Gold und Silber und vier andere Waren Weizen, Gerste, Datteln und Salz Es gilt auch, durch Analogie qiyas zu allen Arten, die von der gleichen effizienten Ursache ille geregelt werden oder die zu irgendeinem gehören F die Gattungen der sechs in der Tradition zitierten Gegenstände Allerdings gibt es keine allgemeine Übereinstimmung zwischen den verschiedenen Schulen von Fiqh und sogar Gelehrten, die zu derselben Schule gehören, auf die Definition und Identifizierung der effizienten Ursache illa von riba. For die Hanafis, effiziente Ursache Illa von Riba hat zwei Dimensionen die ausgetauschten Artikel gehören zu den gleichen Gattung Jins diese besitzen Gewicht Wazan oder Meßbarkeit kiliyya Wenn in einem gegebenen Austausch sind beide Elemente der effizienten Ursache illa vorhanden, das heißt, die ausgetauschten Gegenwerte gehören zu den gleichen Gattung Jins Und sind alle abwägbar oder alle messbar, dann ist kein Gewinn zulässig, der Wechselkurs muss gleich der Einheit sein und der Austausch muss vor Ort sein. Im Falle von Gold und Silber sind die beiden Elemente der effizienten Ursache illa Einheit von Gattungsspitzen und Wiege ist dies auch die Hanbali-Ansicht nach einer Version3 Eine andere Version ähnelt der Shafii - und Maliki-Ansicht, wie unten diskutiert wird. Wenn also Gold für Gold ausgetauscht wird oder Silber wird gegen Silber ausgetauscht, nur Spot-Transaktionen ohne Gewinn sind zulässig Es ist auch möglich, dass in einem gegebenen Tausch eines der beiden Elemente der effizienten Ursache illa vorhanden ist und das andere fehlt. Zum Beispiel, wenn die ausgetauschten Artikel alle gut sind Oder meßbar, aber gehören zu verschiedenen Gattungsspitzen oder, wenn die ausgetauschten Gegenstände zu denselben Gattungsspitzen gehören, aber weder abwägert noch messbar sind, so ist der Austausch mit dem Gewinn, der sich von der Einheit unterscheidet, zulässig, aber der Austausch muß vor Ort sein, Wenn Gold für Silber ausgetauscht wird, kann die Rate von der Einheit abweichen, aber keine aufgeschobene Abrechnung ist zulässig Wenn keines der beiden Elemente der effizienten Ursache illa von Riba in einer gegebenen Börse vorhanden ist, dann keine der Unterlassungen für Riba-Verbot gelten Austausch kann Mit oder ohne Gewinn und sowohl auf einer Stelle oder aufgeschobenen Basis stattfinden. Unter Berücksichtigung des Falles des Austausches mit Papierwährungen, die zu verschiedenen Ländern gehören, würde das Rippenverbot Erfordern eine Suche nach einer effizienten Ursache illa Währungen, die zu verschiedenen Ländern gehören, sind eindeutig eindeutige Einheiten, die gesetzliche Ausschreibung innerhalb bestimmter geographischer Grenzen mit unterschiedlichem intrinsischen Wert oder Kaufkraft sind. Daher kann eine große Mehrheit der Gelehrten zu Recht behaupten, dass es keine Einheit von Gattungsjins gibt , Diese sind weder abwägert noch messbar. Dies führt zu einer direkten Schlussfolgerung, dass keines der beiden Elemente der effizienten Ursache illa der Rippe in einem solchen Austausch existiert. Daher kann der Austausch frei von jeglicher Verfügung über die Wechselkurse und die Art der Besiedlung erfolgen Die Logik, die dieser Position zugrunde liegt, ist nicht schwer zu verstehen. Der intrinsische Wert der Papierwährungen, die zu verschiedenen Ländern gehören, unterscheiden sich, da diese unterschiedliche Kaufkraft haben. Zusätzlich kann der innere Wert oder Wert der Papierwährungen nicht identifiziert oder beurteilt werden, im Gegensatz zu Gold und Silber, die gewogen werden können Daher ist weder die Anwesenheit von Riba al-fadl durch exc Ess, noch Riba al-nasia durch Stundung kann festgestellt werden. Die Shafii Schule von Fiqh betrachtet die effiziente Ursache illa im Falle von Gold und Silber, um ihr Eigentum der Währung thamaniyya oder das Medium der Austausch, Rechnungseinheit und Wertschatz sein Dies ist auch die Maliki-Ansicht Nach einer Version dieser Ansicht, auch wenn Papier oder Leder das Medium des Austausches gemacht wird und den Status der Währung gegeben wird, dann gelten alle Regeln für Naqdain oder Gold und Silber für sie, Nach dieser Version ist der Austausch, der Währungen verschiedener Länder mit einer anderen Rate als der Einheit einschließt, zulässig, aber muss auf einer Spot-Basis abgewickelt werden. Eine andere Version der oben genannten zwei Denkschulen ist, dass die oben zitierte effiziente Ursache illa der Währung thamaniyya ist Spezifisch für Gold und Silber, und kann nicht verallgemeinert werden. Das ist, jedes andere Objekt, wenn es als ein Medium des Austausches verwendet wird, kann nicht in ihre Kategorie aufgenommen werden. Daher ist nach dieser Version die Scharia-Unterlassungsanordnungen f Oder Riba-Verbot gelten nicht für Papierwährungen Währungen, die zu verschiedenen Ländern gehören, können mit oder ohne Gewinn ausgetauscht werden, und zwar sowohl auf einer Spot - als auch auf einer aufgeschobenen Basis. Die Stipendien der früheren Fassung zitieren den Fall des Austausches von Papierwährungen, die demselben Land zur Verteidigung angehören Von ihrer Version Die Konsens Meinung der Juristen in diesem Fall ist, dass diese Austausch muss ohne Gewinn oder in einem Satz gleich der Einheit und muss auf einer Stelle abgewickelt werden Was ist die Begründung, die der obigen Entscheidung zugrunde liegt Wenn man die Hanafi und die Erste Version von Hanbali Position dann in diesem Fall nur eine Dimension der effizienten Ursache illa vorhanden ist, das heißt, sie gehören zu den gleichen Gattung jins Aber Papier Währungen sind weder abwägert noch messbar Daher Hanafi Gesetz würde offenbar Austausch von anderen Mengen der gleichen Währung auf einer Spot-Basis Ähnlich, wenn die effiziente Ursache der Währung thamaniyya ist nur für Gold und Silber spezifisch, dann Shafii a Nd Maliki Gesetz würde auch erlauben, dasselbe Unnötig zu sagen, dies bedeutet erlauben Riba-basierte Kreditaufnahme und Kreditvergabe Dies zeigt, dass es die erste Version des Shafii und Maliki dachte, die der Konsensentscheidung des Verbots des Gewinns und der verzögerten Siedlung unterliegt Fall des Umtausches von Währungen, die zu demselben Land gehören Nach den Befürwortern würde die Erweiterung dieser Logik auf den Austausch von Währungen verschiedener Länder implizieren, dass der Austausch mit dem Gewinn oder mit einer anderen Rate als der Einheit zulässig ist, da dort keine Einheit von Jins, sondern eine Abrechnung besteht Sei auf der Baustelle.2 1 2 Vergleich zwischen Devisenbörse und Bai-Sarf. Bai-Sarf ist in der Fiqh-Literatur als Austausch mit thaman haqiqi definiert, definiert als Gold und Silber, der als Haupttausch für fast alle diente Große Transaktionen. Proponenten der Ansicht, dass jeder Austausch von Währungen von verschiedenen Ländern ist gleich wie bai-sarf argumentieren, dass in der gegenwärtigen Zeit Papier Währungen haben wirksam Ely und vollständig ersetzt Gold und Silber als das Medium des Austausches Folglich sollte der Austausch, der solche Währungen einbezieht, von denselben Scharia-Regeln und Unterlassungsanordnungen wie der Bai-Sei geregelt werden. Es wird auch argumentiert, dass, wenn eine aufgeschobene Abwicklung durch beide Parteien des Vertrages erfolgt Erlaubt, würde dies die Möglichkeiten der Riba-al nasia öffnen. Die Gegner der Kategorisierung der Währungsumrechnung mit bai-sarf weisen jedoch darauf hin, dass der Austausch aller Formen von Währungs-Thaman nicht als Bai-Sei bezeichnet werden kann. Nach dieser Ansicht bedeutet Bai-Seas Austausch von Währungen aus Gold und Silber Thaman haqiqi oder naqdain allein und nicht von Geld ausgesprochen als solche von den staatlichen Behörden thaman istalahi Die gegenwärtigen Alterswährungen sind Beispiele für die letzteren Art Diese Gelehrten finden Unterstützung in jenen Schriften, die behaupten, dass, wenn die Waren von Austausch sind nicht Gold oder Silber, auch wenn einer von ihnen Gold oder Silber ist, dann kann der Austausch nicht als Bai-Sei bezeichnet werden. Auch die Bestimmungen über ba I-Sarf gilt für solche Austausch Nach Imam Sarakhsi4, wenn eine Einzelperson kauft Fals oder Münzen aus minderwertigen Metallen, wie Kupfer Thaman istalahi für Dirhams thaman haqiqi und macht eine Spotzahlung der letzteren, aber der Verkäufer nicht haben Fals in diesem Augenblick, dann ist dieser Austausch erlaubt, Besitz von Waren, die von beiden Parteien ausgetauscht werden, ist keine Voraussetzung, während im Falle von Bai-Sei, es ist eine Reihe von ähnlichen Referenzen existieren, die darauf hindeuten, dass Juristen nicht klassifizieren einen Austausch von Fals Thaman Istalahi für einen anderen fals thaman istalahi oder gold oder silber thaman haqiqi, als bai-sarf. Daher kann der Austausch von Währungen von zwei verschiedenen Ländern, die sich nur als thaman istalahi qualifizieren können, nicht als bai-sarf kategorisiert werden. Auch die Einschränkung der Spot-Siedlung nicht Auf diese Transaktionen verhängt werden soll Hier ist anzumerken, dass die Definition von Bai-Seas Fiqh-Literatur zur Verfügung gestellt wird und in den heiligen Traditionen nicht erwähnt wird Begriffe über Riba, und der Verkauf und Kauf von Gold und Silber naqdain, die eine Hauptquelle für Riba sein kann, wird als Bai-Seas von den islamischen Juristen beschrieben. Es sollte auch darauf hingewiesen werden, dass in der Fiqh-Literatur der Bai-Seas den Austausch von Gold oder Silber nur, ob diese derzeit als Medium des Austausches genutzt werden oder nicht Austausch mit Dinaren und Goldschmuck, beide Qualität als Bai-Fär Verschiedene Juristen haben versucht, diesen Punkt zu klären und haben den Kiefer als diesen Austausch definiert, in dem beide Waren ausgetauscht wurden Sind in der Natur von thaman, nicht unbedingt thaman selbst also auch wenn eine der Waren verarbeitet wird Gold sagen, Ornamente, wird dieser Austausch bai-sarf. Proponents der Ansicht, dass Wechselstube sollte in einer Weise ähnlich wie bai behandelt werden - sarf auch Unterstützung von Schriften von hervorragenden islamischen Juristen Nach Imam Ibn Taimiya alles, was die Funktionen des Trägermeisters, Rechnungseinheit und Wertschöpfung ausführt, heißt tha Mann, nicht unbedingt auf Goldsilber beschränkt Ähnliche Referenzen sind in den Schriften von Imam Ghazzali5 verfügbar. Soweit die Ansichten von Imam Sarakhshi über den Austausch mit Fals besorgt sind, sind nach ihnen einige zusätzliche Punkte zu beachten. In den frühen Tagen Des Islam, Dinare und Dirhams aus Gold und Silber wurden meistens als Medium des Austausches in allen größeren Transaktionen verwendet. Nur die Minderjährigen wurden mit Fals besiedelt. Mit anderen Worten, Fals besaß nicht die Eigenschaften von Geld oder Thamaniyya in vollem Umfang und wurde kaum verwendet Als Wertschatz oder Rechnungseinheit und war mehr in der Natur der Ware Es gab also keine Beschränkung auf den Kauf von demselben für Gold und Silber auf einer verzögerten Basis Die heutigen Währungen haben alle Merkmale von Thaman und sollen Thaman sein Nur Der Austausch mit Währungen von verschiedenen Ländern ist der gleiche wie Bai-Sarf mit Unterschied der Jins und damit verzögerte Siedlung würde zu Riba al-Nasia führen. Dr Mohamed Nejatullah Sidd Iqui veranschaulicht diese Möglichkeit mit einem Beispiel6 Er schreibt in einem gegebenen Moment in der Zeit, in der der Markttausch zwischen Dollars und Rupien 1 20 ist, wenn eine Einzelperson 50 mit dem Satz von 1 22 Abwicklung seiner Verpflichtung in Rupien, die auf eine Zukunft verzichtet werden, kauft Datum, dann ist es höchstwahrscheinlich, dass er in der Tat ist, leihen Rs 1000 jetzt anstelle eines Versprechens, Rs 1100 zu einem bestimmten späteren Datum zurückzuzahlen Da kann er Rs 1000 jetzt erhalten, tauschen die 50 gekauft auf Kredit auf Kassakurs So , Seas kann in Zinsbasierte Kreditaufnahme verwandelt werden.2 1 3 Definieren von Thamaniyya ist der Schlüssel. Es scheint aus der obigen Synthese von alternativen Ansichten, dass die zentrale Frage eine korrekte Definition von thamaniyya zu sein scheint Zum Beispiel eine grundlegende Frage, die führt Zu divergenten Positionen auf Zulässigkeit bezieht sich darauf, ob thamaniyya ist spezifisch für Gold und Silber, oder kann mit allem, was die Funktionen des Geldes verknüpft werden verbunden sind. Wir erheben einige Fragen, unter denen berücksichtigt werden kann in Jede Übung in der Überdenkung der alternativen Positionen. Es sollte geschätzt werden, dass thamaniyya möglicherweise nicht absolut und kann in Grad variieren Es ist wahr, dass Papier Währungen haben vollständig ersetzt Gold und Silber als Medium der Austausch, Rechnungseinheit und Wertschöpfung In diesem Sinne , Papierwährungen können gesagt werden, thamaniyya zu besitzen. Dies gilt jedoch nur für inländische Währungen und kann nicht für Fremdwährungen gelten. Mit anderen Worten, indische Rupien besitzen thamaniyya innerhalb der geographischen Grenzen von Indien nur und haben keine Akzeptanz in den USA These cannot be said to possess thamaniyya in US unless a US citizen can use Indian rupees as a medium of exchange, or unit of account, or store of value In most cases such a possibility is remote This possibility is also a function of the exchange rate mechanism in place, such as, convertibility of Indian rupees into US dollars, and whether a fixed or floating exchange rate system is in place For example, assuming free con vertibility of Indian rupees into US dollars and vice versa, and a fixed exchange rate system in which the rupee-dollar exchange rate is not expected to increase or decrease in the foreseeable future, thamaniyya of rupee in US is considerably improved The example cited by Dr Nejatullah Siddiqui also appears quite robust under the circumstances Permission to exchange rupees for dollars on a deferred basis from one end, of course at a rate different from the spot rate official rate which is likely to remain fixed till the date of settlement would be a clear case of interest-based borrowing and lending However, if the assumption of fixed exchange rate is relaxed and the present system of fluctuating and volatile exchange rates is assumed to be the case, then it can be shown that the case of riba al-nasia breaks down We rewrite his example In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, if an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlemen t of his obligation in rupees deferred to a future date , then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 purchased on credit at spot rate This would be so, only if the currency risk is non-existent exchange rate remains at 1 20 , or is borne by the seller of dollars buyer repays in rupees and not in dollars If the former is true, then the seller of the dollars lender receives a predetermined return of ten percent when he converts Rs1100 received on the maturity date into 55 at an exchange rate of 1 20 However, if the latter is true, then the return to the seller or the lender is not predetermined It need not even be positive For example, if the rupee-dollar exchange rate increases to 1 25, then the seller of dollar would receive only 44 Rs 1100 converted into dollars for his investment of 50.Here two points are worth noting First, when one assumes a fixed exchange rate regime, the distinction between currencies of different countries gets diluted The situation becomes similar to exchanging pounds with sterlings currencies belonging to the same country at a fixed rate Second, when one assumes a volatile exchange rate system, then just as one can visualize lending through the foreign currency market mechanism suggested in the above example , one can also visualize lending through any other organized market such as, for commodities or stocks If one replaces dollars for stocks in the above example, it would read as In a given moment in time when the market price of stock X is Rs 20, if an individual purchases 50 stocks at the rate of Rs 22 settlement of his obligation in rupees deferred to a future date , then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since, he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 stocks purchased on credit at current price In t his case too as in the earlier example, returns to the seller of stocks may be negative if stock price rises to Rs 25 on the settlement date Hence, just as returns in the stock market or commodity market are Islamically acceptable because of the price risk, so are returns in the currency market because of fluctuations in the prices of currencies. A unique feature of thaman haqiqi or gold and silver is that the intrinsic worth of the currency is equal to its face value Thus, the question of different geographical boundaries within which a given currency, such as, dinar or dirham circulates, is completely irrelevant Gold is gold whether in country A or country B Thus, when currency of country A made of gold is exchanged for currency of country B, also made of gold, then any deviation of the exchange rate from unity or deferment of settlement by either party cannot be permitted as it would clearly involve riba al-fadl and also riba al-nasia However, when paper currencies of country A is ex changed for paper currency of country B, the case may be entirely different The price risk exchange rate risk , if positive, would eliminate any possibility of riba al-nasia in the exchange with deferred settlement However, if price risk exchange rate risk is zero, then such exchange could be a source of riba al-nasia if deferred settlement is permitted7.Another point that merits serious consideration is the possibility that certain currencies may possess thamaniyya, that is, used as a medium of exchange, unit of account, or store of value globally, within the domestic as well as foreign countries For instance, US dollar is legal tender within US it is also acceptable as a medium of exchange or unit of account for a large volume of transactions across the globe Thus, this specific currency may be said to possesses thamaniyya globally, in which case, jurists may impose the relevant injunctions on exchanges involving this specific currency to prevent riba al-nasia The fact is that when a currency possesses thamaniyya globally, then economic units using this global currency as the medium of exchange, unit of account or store of value may not be concerned about risk arising from volatility of inter-country exchange rates At the same time, it should be recognized that a large majority of currencies do not perform the functions of money except within their national boundaries where these are legal tender. Riba and risk cannot coexist in the same contract The former connotes a possibility of returns with zero risk and cannot be earned through a market with positive price risk As has been discussed above, the possibility of riba al-fadl or riba al-nasia may arise in exchange when gold or silver function as thaman or when the exchange involves paper currencies belonging to the same country or when the exchange involves currencies of different countries following a fixed exchange rate system The last possibility is perhaps unIslamic8 since price or exchange rate of currencies should be allowed to fluctuate freely in line with changes in demand and supply and also because prices should reflect the intrinsic worth or purchasing power of currencies The foreign currency markets of today are characterised by volatile exchange rates The gains or losses made on any transaction in currencies of different countries, are justified by the risk borne by the parties to the contract.2 1 4 Possibility of Riba with Futures and Forwards. So far, we have discussed views on the permissibility of bai salam in currencies, that is, when the obligation of only one of the parties to the exchange is deferred What are the views of scholars on deferment of obligations of both parties Typical example of such contracts are forwards and futures9 According to a large majority of scholars, this is not permissible on various grounds, the most important being the element of risk and uncertainty gharar and the possibility of speculation of a kind which is not permissible This is discussed in section 3 However, another ground for rejecting such contracts may be riba prohibition In the preceding paragraph we have discussed that bai salam in currencies with fluctuating exchange rates can not be used to earn riba because of the presence of currency risk It is possible to demonstrate that currency risk can be hedged or reduced to zero with another forward contract transacted simultaneously And once risk is eliminated, the gain clearly would be riba. We modify and rewrite the same example In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlement of his obligation in rupees deferred to a future date , and the seller of dollars also hedges his position by entering into a forward contract to sell Rs1100 to be received on the future date at a rate of 1 20, then it is highly probable that he is in fact, borrowing Rs 1000 now in lieu of a promise to repay Rs 1100 on a specified later date Since , he can obtain Rs 1000 now, exchanging the 50 dollars purchased on credit at spot rate The seller of the dollars lender receives a predetermined return of ten percent when he converts Rs1100 received on the maturity date into 55 dollars at an exchange rate of 1 20 for his investment of 50 dollars irrespective of the market rate of exchange prevailing on the date of maturity. Another simple possible way to earn riba may even involve a spot transaction and a simultaneous forward transaction For example, the individual in the above example purchases 50 on a spot basis at the rate of 1 20 and simultaneously enters into a forward contract with the same party to sell 50 at the rate of 1 21 after one month In effect this implies that he is lending Rs1000 now to the seller of dollars for one month and earns an interest of Rs50 he receives Rs1050 after one month This is a typical buy-back or repo repurchase transaction so common in conventional banking 10.3 The Issue of Freedom from Gharar. Ghar ar, unlike riba, does not have a consensus definition In broad terms, it connotes risk and uncertainty It is useful to view gharar as a continuum of risk and uncertainty wherein the extreme point of zero risk is the only point that is well-defined Beyond this point, gharar becomes a variable and the gharar involved in a real life contract would lie somewhere on this continuum Beyond a point on this continuum, risk and uncertainty or gharar becomes unacceptable11 Jurists have attempted to identify such situations involving forbidden gharar A major factor that contributes to gharar is inadequate information jahl which increases uncertainty This is when the terms of exchange, such as, price, objects of exchange, time of settlement etc are not well-defined Gharar is also defined in terms of settlement risk or the uncertainty surrounding delivery of the exchanged articles. Islamic scholars have identified the conditions which make a contract uncertain to the extent that it is forbidden Each party to the contract must be clear as to the quantity, specification, price, time, and place of delivery of the contract A contract, say, to sell fish in the river involves uncertainty about the subject of exchange, about its delivery, and hence, not Islamically permissible The need to eliminate any element of uncertainty inherent in a contract is underscored by a number of traditions 12.An outcome of excessive gharar or uncertainty is that it leads to the possibility of speculation of a variety which is forbidden Speculation in its worst form, is gambling The holy Quran and the traditions of the holy prophet explicitly prohibit gains made from games of chance which involve unearned income The term used for gambling is maisir which literally means getting something too easily, getting a profit without working for it Apart from pure games of chance, the holy prophet also forbade actions which generated unearned incomes without much productive efforts 13.Here it may be noted that the te rm speculation has different connotations It always involves an attempt to predict the future outcome of an event But the process may or may not be backed by collection, analysis and interpretation of relevant information The former case is very much in conformity with Islamic rationality An Islamic economic unit is required to assume risk after making a proper assessment of risk with the help of information All business decisions involve speculation in this sense It is only in the absence of information or under conditions of excessive gharar or uncertainty that speculation is akin to a game of chance and is reprehensible.3 2 Gharar Speculation with of Futures Forwards. Considering the case of the basic exchange contracts highlighted in section 1, it may be noted that the third type of contract where settlement by both the parties is deferred to a future date is forbidden, according to a large majority of jurists on grounds of excessive gharar Futures and forwards in currencies are exa mples of such contracts under which two parties become obliged to exchange currencies of two different countries at a known rate at the end of a known time period For example, individuals A and B commit to exchange US dollars and Indian rupees at the rate of 1 22 after one month If the amount involved is 50 and A is the buyer of dollars then, the obligations of A and B are to make a payments of Rs1100 and 50 respectively at the end of one month The contract is settled when both the parties honour their obligations on the future date. Traditionally, an overwhelming majority of Sharia scholars have disapproved such contracts on several grounds The prohibition applies to all such contracts where the obligations of both parties are deferred to a future date, including contracts involving exchange of currencies An important objection is that such a contract involves sale of a non-existent object or of an object not in the possession of the seller This objection is based on several traditions of the holy prophet 14 There is difference of opinion on whether the prohibition in the said traditions apply to foodstuffs, or perishable commodities or to all objects of sale There is, however, a general agreement on the view that the efficient cause illa of the prohibition of sale of an object which the seller does not own or of sale prior to taking possession is gharar, or the possible failure to deliver the goods purchased. Is this efficient cause illa present in an exchange involving future contracts in currencies of different countries In a market with full and free convertibility or no constraints on the supply of currencies, the probability of failure to deliver the same on the maturity date should be no cause for concern Further, the standardized nature of futures contracts and transparent operating procedures on the organized futures markets15 is believed to minimize this probability Some recent scholars have opined in the light of the above that futures, in general, should be permissible According to them, the efficient cause illa , that is, the probability of failure to deliver was quite relevant in a simple, primitive and unorganized market It is no longer relevant in the organized futures markets of today16 Such contention, however, continues to be rejected by the majority of scholars They underscore the fact that futures contracts almost never involve delivery by both parties On the contrary, parties to the contract reverse the transaction and the contract is settled in price difference only For example, in the above example, if the currency exchange rate changes to 1 23 on the maturity date, the reverse transaction for individual A would mean selling 50 at the rate of 1 23 to individual B This would imply A making a gain of Rs50 the difference between Rs1150 and Rs1100 This is exactly what B would lose It may so happen that the exchange rate would change to 1 21 in which case A would lose Rs50 which is what B would gain This obviously is a zero-sum game in which the gain of one party is exactly equal to the loss of the other This possibility of gains or losses which theoretically can touch infinity encourages economic units to speculate on the future direction of exchange rates Since exchange rates fluctuate randomly, gains and losses are random too and the game is reduced to a game of chance There is a vast body of literature on the forecastability of exchange rates and a large majority of empirical studies have provided supporting evidence on the futility of any attempt to make short-run predictions Exchange rates are volatile and remain unpredictable at least for the large majority of market participants Needless to say, any attempt to speculate in the hope of the theoretically infinite gains is, in all likelihood, a game of chance for such participants While the gains, if they materialize, are in the nature of maisir or unearned gains, the possibility of equally massive losses do indicate a possibility of default by the loser and hence, gharar.3 3 Risk Management in Volatile Markets. Hedging or risk reduction adds to planning and managerial efficiency The economic justification of futures and forwards is in term of their role as a device for hedging In the context of currency markets which are characterized by volatile rates, such contracts are believed to enable the parties to transfer and eliminate risk arising out of such fluctuations For example, modifying the earlier example, assume that individual A is an exporter from India to US who has already sold some commodities to B, the US importer and anticipates a cashflow of 50 which at the current market rate of 1 22 mean Rs 1100 to him after one month There is a possibility that US dollar may depreciate against Indian rupee during these one month, in which case A would realize less amount of rupees for his 50 if the new rate is 1 21, A would realize only Rs1050 Hence, A may enter into a forward or future contract to sell 50 at the rate of 1 21 5 at the en d of one month and thereby, realize Rs1075 with any counterparty which, in all probability, would have diametrically opposite expectations regarding future direction of exchange rates In this case, A is able to hedge his position and at the same time, forgoes the opportunity of making a gain if his expectations do not materialize and US dollar appreciates against Indian rupee say, to 1 23 which implies that he would have realized Rs1150, and not Rs1075 which he would realize now While hedging tools always improve planning and hence, performance, it should be noted that the intention of the contracting party whether to hedge or to speculate, can never be ascertained. It may be noted that hedging can also be accomplished with bai salam in currencies As in the above example, exporter A anticipating a cash inflow of 50 after one month and expecting a depreciation of dollar may go for a salam sale of 50 with his obligation to pay 50 deferred by one month Since he is expecting a dollar deprec iation, he may agree to sell 50 at the rate of 1 21 5 There would be an immediate cash inflow in Rs 1075 for him The question may be, why should the counterparty pay him rupees now in lieu of a promise to be repaid in dollars after one month As in the case of futures, the counterparty would do so for profit, if its expectations are diametrically opposite, that is, it expects dollar to appreciate For example, if dollar appreciates to 1 23 during the one month period, then it would receive Rs1150 for Rs 1075 it invested in the purchase of 50 Thus, while A is able to hedge its position, the counterparty is able to earn a profit on trading of currencies The difference from the earlier scenario is that the counterparty would be more restrained in trading because of the investment required, and such trading is unlikely to take the shape of rampant speculation.4 Summary Conclusion. Currency markets of today are characterized by volatile exchange rates This fact should be taken note of in any a nalysis of the three basic types of contracts in which the basis of distinction is the possibility of deferment of obligations to future We have attempted an assessment of these forms of contracting in terms of the overwhelming need to eliminate any possibility of riba, minimize gharar, jahl and the possibility of speculation of a kind akin to games of chance In a volatile market, the participants are exposed to currency risk and Islamic rationality requires that such risk should be minimized in the interest of efficiency if not reduced to zero. It is obvious that spot settlement of the obligations of both parties would completely prohibit riba, and gharar, and minimize the possibility of speculation However, this would also imply the absence of any technique of risk management and may involve some practical problems for the participants. At the other extreme, if the obligations of both the parties are deferred to a future date, then such contracting, in all likelihood, would open up the possibility of infinite unearned gains and losses from what may be rightly termed for the majority of participants as games of chance Of course, these would also enable the participants to manage risk through complete risk transfer to others and reduce risk to zero It is this possibility of risk reduction to zero which may enable a participant to earn riba Future is not a new form of contract Rather the justification for proscribing it is new If in a simple primitive economy, it was prevention of gharar relating to delivery of the exchanged article, in todays complex financial system and organized exchanges, it is prevention of speculation of kind which is unIslamic and which is possible under excessive gharar involved in forecasting highly volatile exchange rates Such speculation is not just a possibility, but a reality The precise motive of an economic unit entering into a future contract speculation or hedging may not ascertainable regulators may monitor end use, but such regulatio n may not be very practical, nor effective in a free market Empirical evidence at a macro level, however, indicates the former to be the dominant motive. The second type of contracting with deferment of obligations of one of the parties to a future date falls between the two extremes While Sharia scholars have divergent views about its permissibility, our analysis reveals that there is no possibility of earning riba with this kind of contracting The requirement of spot settlement of obligations of atleast one party imposes a natural curb on speculation, though the room for speculation is greater than under the first form of contracting The requirement amounts to imposition of a hundred percent margin which, in all probability, would drive away the uninformed speculator from the market This should force the speculator to be a little more sure of his expectations by being more informed When speculation is based on information it is not only permissible, but desirable too Bai salam would a lso enable the participants to manage risk At the same time, the requirement of settlement from one end would dampen the tendency of many participants to seek a complete transfer of perceived risk and encourage them to make a realistic assessment of the actual risk. Notes References.1 These diverse views are reflected in the papers presented at the Fourth Fiqh Seminar organized by the Islamic Fiqh Academy, India in 1991 which were subsequently published in Majalla Fiqh Islami, part 4 by the Academy The discussion on riba prohibition draws on these views.2 Nabil Saleh, Unlawful gain and Legitimate Profit in Islamic Law, Graham and Trotman, London, 1992, p 16.3 Ibn Qudama, al-Mughni, vol 4, pp 5-9.4 Shams al Din al Sarakhsi, al-Mabsut, vol 14, pp 24-25.5 Paper presented by Abdul Azim Islahi at the Fourth Fiqh Seminar organized by Islamic Fiqh Academy, India in 1991.6 Paper by Dr M N Siddiqui highlighting the issue was circulated among all leading Fiqh scholars by the Islamic Fiqh Academy, India for their views and was the main theme of deliberations during the session on Currency Exchange at the Fourth Fiqh Seminar held in 1991.7 It is contended by some that the above example may be modified to show the possibility of riba with spot settlement too In a given moment in time when the market rate of exchange between dollar and rupee is 1 20, if an individual purchases 50 at the rate of 1 22 settlement of his obligation also on a spot basis , then it amounts to the seller of dollars exchanging 50 with 55 on a spot basis Since, he can obtain Rs 1100 now, exchange them for 55 at spot rate of 1 20 Thus, spot settlement can also be a clear source of riba Does this imply that spot settlement should be proscribed too The fallacy in the above and earlier examples is that there is no single contract but multiple contracts of exchange occurring at different points in time true even in the above case Riba can be earned only when the spot rate of 1 20 is fixed during the time interva l between the transactions This assumption is, needless to say, unrealistic and if imposed artificially, perhaps unIslamic.8 Islam envisages a free market where prices are determined by forces of demand and supply There should be no interference in the price formation process even by the regulators While price control and fixation is generally accepted as unIslamic, some scholars, such as, Ibn Taimiya do admit of its permissibility However, such permissibility is subject to the condition that price fixation is intended to combat cases of market anomalies caused by impairing the conditions of free competition If market conditions are normal, forces of demand and supply should be allowed a free play in determination of prices.9 Some Islamic scholars use the term forward to connote a salam sale However, we use this term in the conventional sense where the obligations of both parties are deferred to a future date and hence, are similar to futures in this sense The latter however, are stand ardized contracts and are traded on an organized Futures Exchange while the former are specific to the requirements of the buyer and seller.10 This is known as bai al inah which is considered forbidden by almost all scholars with the exception of Imam Shafii Followers of the same school, such as Al Nawawi do not consider it Islamically permissible.11 It should be noted that modern finance theories also distinguish between conditions of risk and uncertainty and assert that rational decision making is possible only under conditions of risk and not under conditions of uncertainty Conditions of risk refer to a situation where it is possible with the help of available data to estimate all possible outcomes and their corresponding probabilities, or develop the ex-ante probability distribution Under conditions of uncertainty, no such exercise is possible The definition of gharar, Real-life situations, of course, fall somewhere in the continuum of risk and uncertainty.12 The following traditio ns underscore the need to avoid contracts involving uncertainty. Ibn Abbas reported that when Allah s prophet pbuh came to Medina, they were paying one and two years advance for fruits, so he said Those who pay in advance for any thing must do so for a specified weight and for a definite time. It is reported on the authority of Ibn Umar that the Messenger of Allah pbuh forbade the transaction called habal al-habala whereby a man bought a she-camel which was to be the off-spring of a she-camel and which was still in its mother s womb.13 According to a tradition reported by Abu Huraira, Allah s Messenger pbuh forbade a transaction determined by throwing stones, and the type which involves some uncertainty. The form of gambling most popular to Arabs was gambling by casting lots by means of arrows, on the principle of lottery, for division of carcass of slaughtered animals The carcass was divided into unequal parts and marked arrows were drawn from a bag One received a large or small share de pending on the mark on the arrow drawn Obviously it was a pure game of chance.14 The holy prophet is reported to have said Do not sell what is not with you. Ibn Abbas reported that the prophet said He who buys foodstuff should not sell it until he has taken possession of it Ibn Abbas said I think it applies to all other things as well.15 The Futures Exchange performs an important function of providing a guarantee for delivery by all parties to the contract It serves as the counterparty in the exchange for both, that is, as the buyer for the sale and as the seller for the purchase.16 M Hashim Kamali Islamic Commercial Law An Analysis of Futures , The American Journal of Islamic Social Sciences, vol 13, no 2, 1996..Dalam bukunya Prof Drs Masjfuk Zuhdi yang berjudul MASAIL FIQHIYAH Kapita Selecta Hukum Islam, diperoleh bahwa Ferex Perdagangan Valas diperbolehkan dalam hukum islam. Perdagangan valuta asing timbul karena adanya perdagangan barang-barang kebutuhan komoditi antar negara yang bersifat internasional Perdagangan Ekspor-Impor ini tentu memerlukan alat bayar yaitu UANG yang masing-masing negara mempunyai ketentuan sendiri dan berbeda satu sama lainnya sesuai dengan penawaran dan permintaan diantara negara-negara tersebut sehingga timbul PERBANDINGAN NILAI MATA UANG antar negara. Perbandingan nilai mata uang antar negara terkumpul dalam suatu BURSA atau PASAR yang bersifat internasional dan terikat dalam suatu kesepakatan bersama yang saling menguntungkan Nilai mata uang suatu negara dengan negara lainnya ini berubah berfluktuasi setiap saat sesuai volume permintaan dan penawarannya Adanya permintaan dan penawaran inilah yang menimbulkan transaksi mata uang Yang secara nyata hanyalah tukar-menukar mata uang yang berbeda nilai. HUKUM ISLAM dalam TRANSAKSI VALAS.1 Ada Ijab-Qobul Ada perjanjian untuk memberi dan menerima. Penjual menyerahkan barang dan pembeli membayar tunai. Ijab-Qobulnya dilakukan dengan lisan, tulisan dan utusan. Pembeli dan penjual mempunyai wewena ng penuh melaksanakan dan melakukan tindakan-tindakan hukum dewasa dan berpikiran sehat.2 Memenuhi syarat menjadi objek transaksi jual-beli yaitu. Suci barangnya bukan najis. Dapat dimanfaatkan. Dapat diserahterimakan. Jelas barang dan harganya. Dijual dibeli oleh pemiliknya sendiri atau kuasanya atas izin pemiliknya. Barang sudah berada ditangannya jika barangnya diperoleh dengan imbalan. Perlu ditambahkan pendapat Muhammad Isa, bahwa jual beli saham itu diperbolehkan dalam agama..Jangan kamu membeli ikan dalam air, karena sesungguhnya jual beli yang demikian itu mengandung penipuan Hadis Ahmad bin Hambal dan Al Baihaqi dari Ibnu Mas ud. Jual beli barang yang tidak di tempat transaksi diperbolehkan dengan syarat harus diterangkan sifat-sifatnya atau ciri-cirinya Kemudian jika barang sesuai dengan keterangan penjual, maka sahlah jual belinya Tetapi jika tidak sesuai maka pembeli mempunyai hak khiyar artinya boleh meneruskan atau membatalkan jual belinya Hal ini sesuai dengan hadis Nabi riwayat Al Daraquthni dari Abu Hurairah..Barang siapa yang membeli sesuatu yang ia tidak melihatnya, maka ia berhak khiyar jika ia telah melihatnya. Jual beli hasil tanam yang masih terpendam, seperti ketela, kentang, bawang dan sebagainya juga diperbolehkan, asal diberi contohnya, karena akan mengalami kesulitan atau kerugian jika Harus mengeluarkan semua hasil tanaman yang terpendam untuk dijual Hal ini sesuai dengan kaidah hukum Islam..Kesulitan itu menarik kemudahan. Demikian juga jual beli barang-barang yang telah terbungkus tertutup, seperti makanan kalengan, LPG, dan sebagainya, asalkam diberi label yang menerangkan isinya Vide Sabiq, op cit hal 135 Mengenai teks kaidah hukum Islam tersebut di atas, vide Al Suyuthi, Al Ashbah wa al Nadzair, Mesir, Mustafa Muhammad, 1936 hal 55.JUAL BELI VALUTA ASING DAN SAHAM. Yang dimaksud dengan valuta asing adalah mata uang luar negeri seperi dolar Amerika, poundsterling Inggris, ringgit Malaysia dan sebagainya. Apabila antara negara terjadi perdagangan internasional maka tiap negara membutuhkan valuta asing untuk alat bayar luar negeri yang dalam dunia perdagangan disebut devisa Misalnya eksportir Indonesia akan memperoleh devisa dari hasil ekspornya, sebaliknya importir Indonesia memerlukan devisa untuk mengimpor dari luar negeri. Dengan demikian akan timbul penawaran dan perminataan di bursa valuta asing setiap negara berwenang penuh menetapkan kurs uangnya masing-masing kurs adalah perbandingan nilai uangnya terhadap mata uang asing misalnya 1 dolar Amerika Rp 12 000 Namun kurs uang atau perbandingan nilai tukar setiap saat bisa berubah-ubah, tergantung pada kekuatan ekonomi negara masing-masing Pencatatan kurs uang dan transaksi jual beli valuta asing diselenggarakan di Bursa Valuta Asing A W J Tupanno, et al Ekonomi dan Koperasi, Jakarta, Depdikbud 1982, hal 76-77.Jika Forex Haram, Kenapa Bank-Bank Islam Pun Ada Buat Forex. Suzardi Maulan May 17, 2015.Apa hukum main forex. Jika haram, kenapa bank-bank Islam ada buat Kenapa boleh jadi halal. Kenapa rakyat biasa buat forex jadi haram. Bagi menjawab persoalan sebegini, saya ada menulis mengenai forex trading yang dibuat oleh individu-individu melalui platfom trading online Artikelnya adalah. Artikel di atas ditulis pada Julai 2011 sebelum keputusan Majlis Fatwa Kebangsaan mengenai forex pada Februari 2012.Jadi, sila baca 2 artikel tersebut yang disediakan di atas untuk memahami bagaimana pertukaran matawang dapa t menjadi haram Bacalah dulu ya. Ringkasnya apa yang tidak boleh adalah pertukaran matawang dan jenisnya yang dibuat secara bertangguh Seperti yang banyak berlaku di kalangan orang awam melalui medium internet. Jika berlaku pertukaran matawang secara tunai, ok Seperti tukar duit di money changer. Itu adalah kata sepakat ulama silam dan masa kini. Malah, ia telah disebut dengan jelas dalam Shariah Standard kewangan antarabangsa yang terdiri dari penasihat Shariah antarabangsa termasuk dari Malaysia yang menjadi rujukan institusi kewangan untuk isu-isu kewangan Islam semasa, yang disediakan oleh The Accounting and Auditing Organization for Islamic Financial Institutions AAOIFI. Shariah Standard AAOIFI mengenai Trading in Currencies telah dibuat sejak Mei 2000.Menjawab soalan kenapa bank-bank Islam boleh buat forex. Urusniaga forex yang dibuat oleh bank-bank Islam telah dibuat mengikut kehendak pertukaran matawang secara tunai bay sarf yang dibenarkan di sisi Shariah Institusi kewangan Islam ad a penasihat Shariah yang menyelia aktiviti berkaitan pertukaran matawang Cara bank-bank membuat forex ini berbeza dengan individu yang main forex di internet. Jadi, siapakah panel penasihat Shariah yang mengawal selia pemain-pemain individu forex, online broker forex dan pasaran forex yang wujud di internet agar aktiviti pertukaran matawang ini selaras dengan kehendak Shariah.

No comments:

Post a Comment